Cerita ini adalah kisah nyata… dimana
perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.
Bacalah, semoga kisah
nyata ini menjadi pelajaran bagi kita semua.
nb: sediakan tissu
sebelum membacanya yak..
****
Cinta itu butuh kesabaran…
Sampai dimanakah kita
harus bersabar menanti cinta kita???
Hari itu.. aku
dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita…
Aku menjadi perempuan
yg paling bahagia…
Pernikahan kami
sederhana namun meriah…
Ia menjadi pria yang
sangat romantis pada waktu itu.
Aku bersyukur menikah
dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.
Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.
Kami akan berbulan madu
di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu…
Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci…
Aku sangat bahagia
dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa
cinta dan rasa sayangnya pada ku.
Banyak orang yang
bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihatsekali bagaimana
suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.
***
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saatini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.
Karena dia anak lelaki
satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan
penerus generasi baginya.
Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku…
Ia mengaggap Allah
belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.
Tapi keluarganya mulai
resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku
sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu
berusaha menutupi hal itu dari suamiku…
Didepan suami ku mereka
berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh
mereka…
Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yanghampir membuat ku menjadi seorang janda itu.
Ia dirawat dirumah
sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu
menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al –Qur’an.
Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukanaktivi
Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, akumelihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dandisaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobroldengan
Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suamiku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.
Kubuka pintu yang tertutup rapat itu
sambil mengatakan, “Assalammu’alai kum” danmereka menjawab salam ku. Aku
berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semuamelihatku. Suamiku
menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya
selalu tertutup.
Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelahaku menghampirinya,
Lalu.. Ibu nya berbicara denganku …
“Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.
Aku teringat cerita dari suamiku bahwa
teman baiknya pernah mencintainya,pe rempuan itu bernama Desi dan dia
sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hinggaakhirnya aku bertemu dengan
orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangandengannya , tak banyak aku
bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apayg mereka bicarakan.
Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, barusebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dianmengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya.
Tapi ketika di luar adik ipar ku
berkata, “lebih baik kau pulang saja, adakami yg menjaga abang disini. Kau
istirahat saja. ”
Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abangharus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebatdengann
Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang takberpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunyasalah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya.
Sejak saat itu aku tidak pernah
diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembalidari rumah sakit. Dan aku hanya
bisa menangis dalam kesendirianku. Menangismengapa mereka sangat
membenciku.
***
Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takutkehilangan
Pagi itu, pada saat aku membersihkan
pekarangan rumah kami, suamiku memanggilku ke taman belakang, ia baru aja
selesai sarapan, ia mengajakku duduk diayunan favorit kami sambil melihat
ikan-ikan yang bertaburan di kolam airmancur itu.
Aku bertanya, “Ada apa kamu memanggilku?”
Ia berkata, “Besok aku akan menjenguk
keluargaku di Sabang”
Aku menjawab, “Ia sayang.. aku tahu, aku
sudah mengemasi barang-barang kamu ditravel bag dan kamu sudah memeegang tiket
bukan?”
“Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma
3 minggu aku disana, aku juga sudahlama tidak bertemu dengan keluarga besarku
sejak kita menikah dan aku akanpulang dengan mama ku”, jawabnya tegas.
“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?”,tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewakarena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telahbersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.
“Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas.
“Sekarang aku ingin seharian dengan kamu
karena nanti kita 3 minggu tidakbertemu, ya kan?”, lanjut nya lagi sambil
memelukku dan mencium keningku.Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi
tak boleh aku tunjukkan pada nya.
Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang &cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.
Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal
aku ingin bersama suamiku, tapi karenakeluargan ya tidak menyukaiku hanya
karena mereka cemburu padaku karena suamikusangat sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhematdalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.
Karena ini acara sakral bagi
keluarganya, jadi seluruh keluarganya haruskomplit. Walaupun begitu, aku pun
tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganyaharu s datang ataupun tidak.
Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang danaku pun tak mau membuat riuh
keluarga ini.
Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akandibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku,lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakanterjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisamenangis karena akan ditinggal pergi olehnya.
Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-samakem
Apa mungkin aku sedih karena aku
sendirian dan tidak memiliki teman, karenabiasanya hanya pembantu sajalah teman
mengobrolku.
Hati ini sedih akan di tinggal pergi
olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku terus
menangis.. menangisi kepergiannya. Aku taktahu mengapa sesedih ini, perasaanku
tak enak, tapi aku tak boleh berburuksangka. Aku harus percaya apada
suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.
***
Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri.Untungl
Saat kami berhubungan jarak jauh,
komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuhsakit. Rahimku terasa sakit sekali
seperti di lilit oleh tali. Tak tahan akumenahan rasa sakit dirahimku ini,
sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Akudilarikan ke rumah sakit oleh adik
laki-lakiku yang kebetulan menemanikudisan a. Dokter memvonis aku terkena
kanker mulut rahim stadium 3.
Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi..
Mertuaku akan semakin menghinaku,
suamiku yang malang yang selalu berharap akanpunya keturunan dari rahimku..
namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudianaku hanya bisa memeluk
adikku.
Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya,
Sementara suamiku disana, aku tidak tahu
mengapa ia selalu marah-marah jikamenelponku. Bagaimana aku akan
menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..
Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini dan aku juga tak mau membuatnyakhawa
Lebih baik nanti saja ketika ia sudah
pulang dari Sabang, aku akan ceritapadanya. Setiap hari aku menanti suamiku
pulang, hari demi hari aku hitung…
Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-fotokami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.
Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari
suamiku yang sms.
Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk
pulang, aku pulangnya satu hari lagi,aku akan kabarin lagi”.
Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku
ingin marah, tapi aku pendam saja egoyang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu
pun tiba, aku menantinya di rumah.
Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfumkesukaann
Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelummasuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, akumembungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku takmau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami.
Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..
Masya Allah.. ia tidak mencium keningku,
ia hanya diam dan langsung naikkeruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa
bertanya kabarku..
Aku hanya berpikir, mungkin dia capek.
Aku pun segera merapikan bawaan nyasampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan
1/3 malam, mengingatkan aku padatempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.
Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas,aku tak tega membangunkannya
***
Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya daribalkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi iatak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawahtanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi iabegitu cepat pergi.
Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku.
Ada apa dengan suamiku? Mengapa iabersikap tidak biasa terhadapku?
Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itujuga aku langsung menelpon kerumah mertuakudan kebetulan Dian yang mengangkattelpo
Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubahsetelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku,apalagi memanjakan aku.
Semakin hari ia menjadi orang yang
pendiam, seakan ia telah melepas tanggungjawabny a sebagai seorang suami.
Kami hanya berbicara seperlunya saja, akuselalu diintrogasinya. Selalu
bertanya aku dari mana dan mengapa pulangterlambat dan ia bertanya
dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah.
Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantanpacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu,tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suamitetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang.
Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar
akan prilakunya.
***
Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam,lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.
Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah
sirna. Walaupun kondisinya tetapseperti itu, aku tetap merawatnya &
menyiakan segala yang ia perlukan.Penyak itkupun masih aku simpan dengan
baik dan sekalipun ia tak pernah bertanyaperihal obat apa yang aku
minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadiibu pun telah aku pendam. Aku
tak tahu kapan ini semua akan berakhir.
Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorangguru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatankanke
Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan
aku banggakan, sekarang telah menjadiorang asing bagiku, setiap aku bertanya ia
selalu menyuruhku untuk berpikirsendiri . Tiba-tiba saja malam itu setelah
makan malam usai, suamikumemanggi lku.
“Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya “Ayah”.
“Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.”
Jawabnya tegas.
“Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh
dengan keheranan.
Astaghfirullah. . suami ku yang dulu
lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, diamembentakku. Sehingga tak ada
lagi kelanjutan diskusi antara kami.
Dia mengatakan “Kau ikut saja jangan
banyak tanya!!”
Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabangsambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.
Dua tahun pacaran, lima tahun kami
menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadiorang asing buatku. Ku lihat kamar
kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasifoto pernikahan kami, sekarang
menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Akumenangis dengan kebingungan
ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi akutak bisa.
Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, sukamembanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikapketidakhor
***
Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidaktidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana,termasuk
Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami.
Suamiku tak betah didalam kamar tuaitu, ia pun langsung keluar bergabung dengan
keluarga besarnya.
Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tuayg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahirtiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegeraberkum
Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengankebisuan,
Tiba-tiba saja neneknya, orang yang
dianggap paling tua dan paling berhak atassemuanya, membuka pembicaraan.
“Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha”.Neneknya
“Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh
tanya..
Nenek pun menjawab, “Kau telah bergabung
dengan keluarga kami hampir 8 tahun,sampai saat ini kami tak melihat
tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebabselama ini kau selalu keguguran!!”.
Aku menangis.. untuk inikah aku diundang
kemari? Untuk dihina ataukahdipisahk an dengan suamiku?
“Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau menikahdenganny
Aku hanya bisa tersenyum dan melihat
wajah suamiku yang kosong matanya.
“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau
pun sudah berkenalan dengannya”, neneknyamasih melanjutkan pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi
aku lihat air matanya. Ingin akupeluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini,
tapi aku tak punya keberanian itu.
Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannyadengan
MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku
ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remukmendengarn ya, hancur hatiku.
Mengapa keluarganya bersikap seperti initerhadapku..
Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulaukayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.
“Fish, jawab!.” Dengan tegas Ibunya
langsung memintaku untuk menjawab.
Aku langsung memegang tangan suamiku.
Dengan tangan yang dingin dan gemetar akumenjawab dengan tegas.
“Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu
dengan imamku, tapi aku dapatberdiskusi dengannya melalui bathiniah,
untuk kebaikan dan masa depan keluargaini, aku akan menyambut baik seorang
wanita baru dirumah kami.”
Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itujuga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikitpun menetes di hadapan mereka.
Aku lalu bertanya kepada suamiku, “Ayah
siapakah yang akan menjadi sahabatkudiruma h kita nanti, yah?”
Suamiku menjawab, “Dia Desi!”
Aku pun langsung menarik napas dan
langsung berbicara, “Kapan pernikahannyabe rlangsung? Apa yang harus saya
siapkan dalam pernikahan ini Nek?.”
Ayah mertuaku menjawab, “Pernikahannya 2 minggu lagi.”
“Baiklah kalo begitu saya akan menelpon
pembantu di rumah, untuk menyuruhnyameng urus KK kami ke kelurahan besok”,
setelah berbicara seperti itu aku permisiuntuk pamit ke kamar.
Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku bukapintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi akusendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit.Diiringi akutnya penyakitku..
Apakah karena ini suamiku menjadi orang
yang asing selama 2 tahun belakanganini?
Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambilbertanya-
Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku
yang setiap hari rontok. Kulihatwajahku, ternyata aku memang sudah
tidak cantik lagi, rambutku sudah hampirhabis.. kepalaku sudah botak dibagian
tengahnya.
Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiridibelaka
Kami diam sejenak, lalu aku mulai
pembicaraan, “terima kasih ayah, kamu memberisahabat kepada ku. Jadi aku tak
perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti!Iya kan?.”
Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum danbertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakaishampo.
Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia
sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakankulag i. Lalu dia berkata, “sudah
malam, kita istirahat yuk!”
“Aku sholat isya dulu baru aku tidur”,
jawabku tenang.
Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan akuakan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.
Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang
juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Akuingin suamiku kembali seperti dulu,
yang sangat memanjakan aku atas rasa sayangdan cintanya itu.
***
Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.
Di laptop aku menulis saat-saat
terakhirku melihat suamiku, aku marah padasuamiku yang telah menelantarkanku .
Aku menangis melihat suamiku yang sedangtidur pulas, apa salahku? sampai ia
berlaku sekejam itu kepadaku. Akusave di mydocument yang bertitle “Aku
Mencintaimu Suamiku.”
Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar.Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja akutakkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku yangtelah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.
“Apakah kamu sudah siap?”
Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :
“Nanti jika ia telah sah jadi istrimu,
ketika kamu membawa ia masuk kedalamrumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu
mencuci kakiku dulu, lalu ketikakalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan
do’a di ubun-ubunnya sebagaimanayang kamu lakukan padaku dulu. Lalu
setelah itu..”, perkataanku terhenti karenatak sanggup aku meneruskan
pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.
Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa
Bunda?”
Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsungmenatap
“Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan
barusan?”, pintaku tuk menyakini bahwakuping ini tidak salah mendengar.
Dia mengangguk dan berkata, “Baik bunda
akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”,sambil ia mengelus wajah dan menghapus
airmataku, dia agak sedikit membungkukkaren a dia sangat tinggi, aku hanya
sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata, “Kita liat saja nanti ya!”. Dia memelukku danberkata, “bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama”.
Kemudian ia mencium keningku, aku
langsung memeluknya erat dan berkata, “Ayah,apakah ini akan segera berakhir?
Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Akukangen sama Ayah? Aku kangen belaian
kasih sayang Ayah? Aku kangen denganmanjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu
hal lagi yang harus Ayah tau, bahwaaku tidak pernah berzinah! Dulu.. waktu awal
kita pacaran, aku memang belumbisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah
baru bisa aku terima, jika yangdihadapanku itu adalah lelaki yang aku
cari. Bukan berarti aku pernah berzinaAyah.” Aku langsung bersujud di kakinya
dan muncium kaki imamku sambil berkata,”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu
susah”.
Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.
Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku
menanti dirinya kembali. Tiba-tibaperutk u sakit, ia menyadari bahwa ada
yang tidak beres denganku dan iabertanya, “bunda baik-baik saja kan?” tanyanya
dengan penuh khawatir.
Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan
melihat kamu kembali seperti dulu itu sudahmebuatku baik, Yah. Aku hanya tak
bisa bicara sekarang”. Karena dia akanmenikah. Aku tak mau membuat dia
khawatir. Dia harus khusyu menjalani acaraprosesi akad nikah tersebut.
***
Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.
Aku melihat suamiku duduk berdampingan
dengan perempuan itu, membuat hati inicemburu, ingin berteriak mengatakan,
“Ayah jangan!!”, tapi aku ingat akan kondisiku.
Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begituijab-qabu
Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yanghadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapansangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu..hatiku menangis.
Sampai dirumah, suamiku langsung masuk
ke dalam rumah begitu saja. Tak mencucikakinya. Aku sangat heran
dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka denganpernikaha n ini?
Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti akudahulu, yang di musuhi.
Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana
bisa? Suamiku akan tidur denganperempuan yang sangat aku cemburui.
Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukandidalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku ingin
sholat lail aku keluar untuk berwudhu, laluaku melihat ada lelaki yang mirip
suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekatilalu kulihat. Masya Allah.. suamiku
tak tidur dengan wanita itu, ia ternyatatidur disofa, aku duduk disofa itu
sambil menghelus wajahnya yang lelah,tiba-tiba ia memegang tangan
kiriku, tentu saja aku kaget.
“Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum danmegajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, “maafkan aku, aku takboleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang keJakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku”
Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untukistirahat.
Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?”
Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya
masih bisa aku rasakan.
Aku pun berkata, “Ayah kenapa tidak
tidur dengan Desi?”
“Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau
menyakitimu lagi. Kamu sudah seringterluka oleh sikapku yang egois.” Dengan
lembut suamiku menjawab seperti itu.
Lalu suamiku berkata, “Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda.. Selamaayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bundaseperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi.. ayahpernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bundagak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“sepertiitu”).
Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan didirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapatulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.
Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan
itu kan Yah. Aku tidak pernah berzinahdan aku mencintaimu setulus hatiku, jika
aku hanya mengejar hartamu, mengapaaku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang
lebih mapan darimu waktu itu Yah.Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak
mungkin setiap hari menangis karenamenderita mencintaimu.”
Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamarpenganti
Karena aku tak mau mati dalam hati yang
penuh dengan rasa benci.
***
Keesokan harinya…
Ketika aku ingin terbangun untuk
mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimkusakit sekali.. aku mengalami
pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ialangsung menggendongku.
Aku pun dilarikan ke rumah sakit..
Dari kejauhan aku mendengar suara zikir
suamiku..
Aku merasakan tanganku basah..
Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah
suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.
Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, “Bunda, Ayah minta maaf…”
Berkali-kali ia mengucapkan hal itu.
Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadipadaku?
Aku berkata dengan suara yang lirih,
“Yah, bunda ingin pulang.. bunda inginbertemu kedua orang tua bunda, anterin
bunda kesana ya, Yah..”
“Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya,
Yah… !!! Bunda sayang banget samaAyah.”
Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudahtak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihatwajahnya
Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan
kalimat syahadat dan ditutup dengankalimat tahlil.
Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku..
Aku bahagia selalu melayaninya dalam
suka dan duka..
Menemaninya dalam ketika ia mengalami
kesulitan dari kami pacaran sampai kamimenikah.
Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.
Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah
hadir didalam kehidupan anakmu sampaiaku hidup didalam hati anakmu, ketahuilah
Ma.. dari dulu aku selalu berdo’aagar Mama merestui hubungan kami. Mengapa
engkau fitnah diriku didepan suamiku,apa engkau punya buktinya Ma? Mengapa
engkau sangat cemburu padaku Ma? Fikritetap milikmu Ma, aku tak pernah
menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari duluaku selalu mengerti apa yang kamu
inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau bencidiriku. Dengan Desi kau sangat baik
tetapi denganku menantumu kau bersikapsebalik nya.”
***
Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku.
=============== =========
Ayah,mengapa keluargamu sangat membenciku?
Aku dihina oleh mereka ayah.
Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada
saat ada dirimu?
Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di
jalan, aku menegurnya karena dia adikiparku tapi aku disambut dengan wajah
ketidaksukaanny a. Sangat terlihat Ayah..
Tapi ketika engkau bersamaku, Dian
sangat baik, sangat manis dan ia memanggilkudeng an panggilan yang sangat
menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah?
Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membelaadikmu, tak ada gunanya Yah..
Aku diusir dari rumah sakit.
Aku tak boleh merawat suamiku.
Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab
dengan mertuaku.
Tiap hari ia datang ke rumah sakit
bersama mertuaku.
Aku sangat marah..
Jika aku membicarakan hal ini pada
suamiku, ia akan pasti membela Desi danibunya..
Aku tak mau sakit hati lagi.
Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..
Engkau Maha Adil..
Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak
sayang lagi pada ku..
Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak
akan bermanja-manja lagi padamu..
Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..
Lihatlah ayah, aku kuat walaupun
penyakit kanker ini terus menyerangku..
Aku bisa melakukan ini semua sendiri
ayah..
Besok suamiku akan menikah dengan
perempuan itu.
Perempuan yang aku benci, yang aku
cemburui.
Tapi aku tak boleh egois, ini untuk
kebahagian keluarga suamiku.
Aku harus sadar diri.
Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan
olehmu.
Mengapa harus Desi yang menjadi
sahabatku?
Ayah.. aku masih tak rela.
Tapi aku harus ikhlas menerimanya.
Pagi nanti suamiku melangsungkan
pernikahan keduanya.
Semoga saja aku masih punya waktu untuk
melihatnya tersenyum untukku.
Aku ingin sekali merasakan kasih
sayangnya yang terakhir.
Sebelum ajal ini menjemputku.
Ayah.. aku kangen ayah..
===========
Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali
bersama Desi di Pulau Kayu ini.
Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar
yang berwana pink yang mencerminkankec eriaan hatimu yang sakit tertusuk
duri.
Bunda tetap cantik, selalu tersenyum
disaat tidur.
Bunda akan selalu hidup dihati ayah.
Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..
Desi sangat berbeda denganmu, ia tak
pernah membersihkan telingaku, rambutkutak pernah di creambathnya, kakiku pun
tak pernah dicucinya.
Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama
2 tahun, kamu sakit pun aku takperduli, hidup dalam kesendirianmu..
Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda,
mungkin ayah masih bisa tidur denganbelaian tangan Bunda yang halus.
Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..
Bunda, kamu wanita yang paling tegar
yang pernah kutemui.
Aku menyesal telah asik dalam
ke-egoanku..
Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap
manis. Senyum manjamu terlihat ditidurmu yang panjang.
Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan
membahagiakanmu , aku selalu meng-iyakanapa kata ibuku, karena aku takut
menjadi anak durhaka. Maafkan aku ketika kaudi fitnah oleh keluargaku, aku
percaya begitu saja.
Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana?
Apakah Bunda tetap menanti ayah disana?
Tetap setia dialam sana?
Tunggulah Ayah disana Bunda..
Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di
sini.. Aku mohon..
Ayah Sayang Bunda.
-----
Sedih ya? Gue aja nangis bacanya
wkwkwkwk. Kisahnya menginspirasi banget jadi contoh istri yang sholihah.
Jadi cita2 tambahan kali ya... qiqiqi